Dapatkan kiriman artikel Menarik terbaru Dari Blog TTC langsung ke email anda!


Seni Tenun Ikat dan Anyam Wakatobi Melaju di Deru Perubahan Zaman

Jumat, 09 Januari 2009

WAKATOBI – Percuma kalau pergi ke Wakatobi, bila hanya untuk menikmati rumpunan soft coral dan kehidupan orang laut Bajo. Karena di dalam gugusan pulau-pulau indah di kawasan Sulawesi Tenggara ini, masih tersimpan banyak daya tarik lainnya. Seperti menelusuri keindahan seni tenun ikat dan melihat pengrajin anyaman tikar lipat.
Taman nasional laut yang terletak di tenggara Buton ini sepertinya memang sengaja terus menawarkan kemungkinan-kemungkinan baru untuk menambah arus pemasukannya. Setelah sukses dengan keindahan bawah laut dan kehidupan orang Bajo, mereka mencoba menggagas kemungkinan wisata kerajinan yang bisa menjadi salah satu simbol kemudian hari di Wakatobi.
Mungkin nama sarung Wuray kurang terdengar akrab di telinga, apalagi anyam tikar dari Feruke. Tapi dengan keunikannya masing-masing, kedua jenis kerajinan tradisional ini mencoba menyeruak dan meminta perhatian agar diposisikan sebagai buah tangan yang layak untuk dibawa.
Seperti juga seni kerajinan daerah lain. Hingga sekarang mungkin masih saja terdengar kendala yang merapatinya. Namun, kalau mau melihat ke depan, sebenarnya jenis wisata seperti ini memiliki pasar tersendiri yang bisa terus digeluti.

Sarung Wuray
Sambil menanti kedatangan pick-up yang akan membawa kami ke masjid. La Mahode, pemandu kami, menawarkan mengunjungi beberapa pengrajin tenun di sana. Di Pulau Kaledupa yang teduh di serambi-serambi rumahnya, ditemui banyak perempuan yang melakukan kegiatan menenun. Salah satu rumah di utara desa kelihatan juga menyimpan satu perempuan yang kelihatan sibuk di teras rumahnya yang bertingkat dua.
”Sarung wuray ini biasanya hanya dipakai saat ada kegiatan khusus saja. Semacam perkawinan dan acara resmi keluarga di sini,” kata La Mahode. Kain dengan motif kebanyakan garis-garis ini juga terkenal karena daya tahannya. ”Kain yang saya pakai sekarang, merupakan warisan dari nenek saya,” kata La Mahode lagi menjelaskan secara implisit kekuatan sarung tersebut. Padahal, bila melihat bahan dasar yang berupa benang kapas biasa, sarung ini cukup menakjubkan karena mampu bertahan hingga 20 tahun lamanya.
Dengan harga Rp150 – 200 ribu kita bisa memiliki kain sarung tersebut. Namun, sayang hingga kini keberadaan sarung tersebut hanya untuk konsumsi orang Buton. Penjualan paling jauh hanya ke kota Bau-bau. Padahal kalau mau diseriuskan, bisa saja menjadi tambahan bagi perekonomian sekitar.

Tikar Lipat
Satu lagi kerajinan asli Kepulauan Wakatobi yang rasanya pantas untuk dibicarakan adalah seni anyaman tikar lipat. Dengan bahan dasar daun pandan yang dikeringkan, dan kemudian dianyam menjadi tikar. Banyak penduduk desa Feruke mencoba menjualnya ke turis yang biasa datang ke sana.
”Biasanya baru setelah dijemur selama tiga hari. Daun pandan siap untuk dianyam menjadi tikar liap,” ungkap seorang ibu. Harganya juga tidak terlalu mahal,berkisar antara 25 – 50 ribu saja, kita telah memiliki sebuah tikar lipat seukuran badan orang dewasa. Rasa sejuk yang keluar saat kita tidur di atasnya, menjadi daya tarik tersendiri di tengah teriknya udara lautan di sana.


Continue Reading | komentar

SENI MELIPAT KERTAS (ORIGAMI)

Seni melipat kertas atau origami adalah suatu seni yang berasal dari Cina yang diperkenalkan oleh seorang yang bernama Ts’ai Lun yang awal mulanya terbuat dari kertas yang berasal dari hancuran tumbuhan dan kain yang sudah tidak terpakai. Pada abad ke enam, origami ini dibawa ke Spanyol dan Jepang dan hingga kini sudah sangat populer di Indonesia. Kebanyakan anak-anak TK dan SD sudah diajarkan cara membuat bermacam-macam bentuk dari kertas lipat atau origami paper. Dengan bermacam-macam warna (merah, kuning, orange, ungu, hijau) mampu menarik perhatian anak-anak kecil untuk mau mencoba membuat berbagai bentuk, seperti membuat kapal, topi, kincir angin dan pesawat.

Di negara asalnya, origami ini juga dipakai saat mengajar anak-anak di TK yang termasuk tidak bisa diam di kelas sangat antusias waktu menikuti tahapan pembuatan origami ini. Anak-anak dengan tekun mengikuti panduan yang diberikan oleh sang guru sambil melakukan gerakan-gerakan melipat dan dapat mengembangkan daya cipta. Dan hal ini mampu mengembangkan sistem syaraf motorik.

Nah..karena seni melipat ini bisa membentuk berbagai macam bentuk. Maka seni melipat ini juga bisa memperkenalkan nama-nama hewan, termasuk burung. Banyaknya informasi mengenai flu burung di masyarakat, menyebabkan orang tua sangat takut untuk membawa anak-anak mereka mengamati berbagai jenis burung di alam bebas. Seni melipat atau origami ini bisa menjadi salah satu cara untuk memperkenalkan nama-nama burung di alam. Seperti membuat burung angsa, layang-layang, pinguin, walet bahkan Merak. Selain itu, orangtua bisa menambahkan informasi tambahan, seperti memperkenalkan bagian-bagian burung ( paruh, sayap, kaki, ekor) juga asal dan habitat dari burung-burung tersebut.

Dengan seni melipat ini orang tua tidak perlu khawatir anak-anaknya tidak tahu nama-nama burung di saat mereka besar. Di berbagai toko banyak buku-buku dan kertas lipat yang mengajarkan cara membuat berbagai bentuk seperti membuat ikan, burung, binatang, dll. Anak-anak pasti senang bermain sambil belajar, asalkan orangtua juga sabar saat melalui tahap-tahapan melipat.

Ini salah satu contoh seni melipat, yaitu membuat Burung Merak. Dan selamat mencoba!!




GOOD LUCK
Continue Reading | komentar (15)

Daftar Artikel Terbaru

Artikel Populer

Komentar Terbaru

 
Support : Creating Website | Johny Template | Maskolis | Johny Portal | Johny Magazine | Johny News | Johny Demosite
Copyright © 2011. THE TACITURN "ISWANDY ILYAS" - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger